IBU
Itulah ibu, permata ku yang agung nan gemulai dengan cinta disetiap hembus nafasnya, tempat ku kembali kala lelah setelah berkutat dengan dunia. bagai bening embun ia tersenyum dan senantiasa melapangkan dada memberi maaf. yang selalu menyodorkan lengan punggungnya untuk sekedar memeluk, menenangkan ku yang sering kalut. yang mencium pipi dan kening agar ku tahu cintanya semurni angin, tulus tiada berbatas. tanpa lelah ia tepikan lara demi sang buah cinta, tak banyak pintanya. hanya sekedar senangkan batinnya dengan menggapai hidup yang jauh lebih layak dari pencapaiannya dahulu.
seberapapun aku, ibu adalah yang menempa kepribadian ku. segala rahmat Tuhan berpayung diatasnya, ialah sosok mahluk yang membawa surga disetiap langkahnya. tak pernah jemu menjaga amanah yang diperuntukkan baginya, baktinya luar biasa pada ayah yang lebih dulu tiada. meski sempat terpuruk namun segera ia bangkit menatap dan kembali arungi jalannya menuju barokah yang telah digariskan menjadi sebuah kewajiban. aku mencintai ibu melebihi apapun yang ada, dan aku siap menanggalkan semua hanya untuk dapat menjaganya dari waktu ke waktu.
ibu tertawa kecil kala menatap ku menangis dan berkata "katanya preman ? kok lembek gitu sih mas" agar ku tak larut dalam duka yang merundung, ia pun menangis saat aku tergolek barangkali trauma akan mendiang ayah ku masih lekat membayang dibenaknya. susah payah ibu mengupayakan kesehatan jasmani ku sedari kecil dulu hingga sampai sebesar ini yang masih saja naik turun. ia yang dengan cerewet mengingatkan agar menjaga konsistensi rutinitas ibadah seperti apa yang telah di ajarkan ayah ku dahulu. ia pula yang selalu berujar bergunalah engkau bagi agama, orang tua, dan sekitar mu. namun terkadang aku malu karena tak kunjung tunjukan bakti padanya yang hanya meminta hal-hal sederhana. semoga segala yang berproses akan mewujud nyata di waktu yang pantas.
dialah ibu yang meluangkan senggangnya tuk sekedar bercengkrama dengan ku, mencandai aku dengan menggosipi tetangga ku yang (maaf) cacat mental dan meledek bahwa orang tersebut begitu menyukai aku lantaran selalu menatap tajam ke arah ku, sontak saja aku kaget dan takut dibuatnya. ibu meskipun masa mudanya sudah lama berlalu namun tidak jarang ia juga sering nimbrung aku dan teman-teman ku yang sekedar nongkrong didepan rumah, canda khasnya tak ketinggalan menandaskan bahwa dengan siapapun ia bisa menyesuaikan diri. aku terbiasa menemaninya berbelanja kepasar, atau sekedar jajan bakso yang jadi makanan kegemarannya salah satu romantisme ibu dan anak yang jarang orang lain lakukan. ibu adalah sosok wanita yang sangat royal pada siapapun, tidak membedakan status sosial kapanpun dan dimanapun. bahkan dengan pembantu ku saja ia sering makan bersama serta mengunjungi rumahnya dipedalaman kampung sana. di makam ayah pun terhadap anak-anak yang selalu bermain di areal pemakaman tersebut ia selalu ramah, tak sungkan menggandeng tangan mereka bahkan sesekali ia menasehati anak-anak itu lalu mengantarnya ke rumah. oleh tetangga sekitar ku ia terbiasa dipanggil dengan sebutan bude eko (nama alm.ayah) dirumah pun tidak pernah sepi dengan anak kecil yang senang bermain dengannya, atau sekedar melihat ikan dikolam, membunyikan lonceng, serta mengutak atik pajangan dan hal itu menjadi hiburan tersendiri baginya setelah ayah tiada.
hari ini, aku mengutarakan kegagalan ku dan ibu tetap dengan tangan terbuka menerima. begitu teduhnya hingga aku berkaca-kaca, pulang saja mas kerumah jangan lama-lama disana ujarnya. sementara, aku pun bungkam tak sanggup menahan tangis. pintu surga ku yang anggun senantiasa hangat. pengantar hidup ku berlaku seolah ia malaikat, dari seberang telfon ia sampaikan seuntai cinta ibu yang tak lekang oleh zaman. ibu, aku tak kan rela bila engkau menangguk pilu. nyawa ini pun ku gadai hanya untuk mu, ibu maafkanlah aku.
seberapapun aku, ibu adalah yang menempa kepribadian ku. segala rahmat Tuhan berpayung diatasnya, ialah sosok mahluk yang membawa surga disetiap langkahnya. tak pernah jemu menjaga amanah yang diperuntukkan baginya, baktinya luar biasa pada ayah yang lebih dulu tiada. meski sempat terpuruk namun segera ia bangkit menatap dan kembali arungi jalannya menuju barokah yang telah digariskan menjadi sebuah kewajiban. aku mencintai ibu melebihi apapun yang ada, dan aku siap menanggalkan semua hanya untuk dapat menjaganya dari waktu ke waktu.
ibu tertawa kecil kala menatap ku menangis dan berkata "katanya preman ? kok lembek gitu sih mas" agar ku tak larut dalam duka yang merundung, ia pun menangis saat aku tergolek barangkali trauma akan mendiang ayah ku masih lekat membayang dibenaknya. susah payah ibu mengupayakan kesehatan jasmani ku sedari kecil dulu hingga sampai sebesar ini yang masih saja naik turun. ia yang dengan cerewet mengingatkan agar menjaga konsistensi rutinitas ibadah seperti apa yang telah di ajarkan ayah ku dahulu. ia pula yang selalu berujar bergunalah engkau bagi agama, orang tua, dan sekitar mu. namun terkadang aku malu karena tak kunjung tunjukan bakti padanya yang hanya meminta hal-hal sederhana. semoga segala yang berproses akan mewujud nyata di waktu yang pantas.
dialah ibu yang meluangkan senggangnya tuk sekedar bercengkrama dengan ku, mencandai aku dengan menggosipi tetangga ku yang (maaf) cacat mental dan meledek bahwa orang tersebut begitu menyukai aku lantaran selalu menatap tajam ke arah ku, sontak saja aku kaget dan takut dibuatnya. ibu meskipun masa mudanya sudah lama berlalu namun tidak jarang ia juga sering nimbrung aku dan teman-teman ku yang sekedar nongkrong didepan rumah, canda khasnya tak ketinggalan menandaskan bahwa dengan siapapun ia bisa menyesuaikan diri. aku terbiasa menemaninya berbelanja kepasar, atau sekedar jajan bakso yang jadi makanan kegemarannya salah satu romantisme ibu dan anak yang jarang orang lain lakukan. ibu adalah sosok wanita yang sangat royal pada siapapun, tidak membedakan status sosial kapanpun dan dimanapun. bahkan dengan pembantu ku saja ia sering makan bersama serta mengunjungi rumahnya dipedalaman kampung sana. di makam ayah pun terhadap anak-anak yang selalu bermain di areal pemakaman tersebut ia selalu ramah, tak sungkan menggandeng tangan mereka bahkan sesekali ia menasehati anak-anak itu lalu mengantarnya ke rumah. oleh tetangga sekitar ku ia terbiasa dipanggil dengan sebutan bude eko (nama alm.ayah) dirumah pun tidak pernah sepi dengan anak kecil yang senang bermain dengannya, atau sekedar melihat ikan dikolam, membunyikan lonceng, serta mengutak atik pajangan dan hal itu menjadi hiburan tersendiri baginya setelah ayah tiada.
hari ini, aku mengutarakan kegagalan ku dan ibu tetap dengan tangan terbuka menerima. begitu teduhnya hingga aku berkaca-kaca, pulang saja mas kerumah jangan lama-lama disana ujarnya. sementara, aku pun bungkam tak sanggup menahan tangis. pintu surga ku yang anggun senantiasa hangat. pengantar hidup ku berlaku seolah ia malaikat, dari seberang telfon ia sampaikan seuntai cinta ibu yang tak lekang oleh zaman. ibu, aku tak kan rela bila engkau menangguk pilu. nyawa ini pun ku gadai hanya untuk mu, ibu maafkanlah aku.
No comments:
Post a Comment